Cerai Karena Judi

Cerai Karena Judi

Akibat Terjadinya Perceraian

Perlu diketahui bahwa dari perceraian yang terjadi, tentu ada akibat atau dampak yang akan dirasakan. Apabila seorang istri terbukti selingkuh, maka dalam memutus perkara perceraian, Majelis Hakim akan mempertimbangkan hak asuh atas anak yang merupakan hasil dari perkawinannya.

Mengenai hal ini, Pasal 45 UUP menyebutkan bahwa kedua orangtua (dari si anak) memiliki kewajiban untuk memelihara dan mendidik dengan sebaik-baiknya.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ketika salah satu atau bahkan kedua orang tua dari si anak melakukan perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai hukum atau ketentuan yang berlaku, maka hal tersebut sudah menyalahi kewajibannya dalam mendidik anaknya.

Lebih lanjut lagi, dalam pasal 105 Kompilasi Hukum Islam (KHI) disebutkan bahwa anak yang berusia di bawah 12 tahun adalah hak ibunya.

Ketentuan ini secara tidak langsung menerangkan bahwa ibulah yang memiliki hak penuh atas anaknya. Sedangkan, bagi anak yang berusia di atas 12 tahun disebutkan bahwa anak tersebut dapat memilih untuk tinggal bersama ayah atau ibunya.

Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, pada dasarnya ketika terjadi perceraian dalam suatu ikatan perkawinan, maka yang diutamakan mendapat hak asuh atas anak dari perkawinan tersebut adalah sang ibu.

Hal ini sebagaimana Putusan Mahkamah Agung Nomor 102 K/Sip/1973 tertanggal 24 April 1975, dimana dalam putusan tersebut dituliskan bahwa penentuan pemberian hak asuh anak dalam suatu peristiwa perceraian harus mengutamakan ibu kandung, terlebih lagi bagi anak yang masih berusia di bawah 12 tahun.

Hal itu dikarenakan pada usia tersebut anak masih membutuhkan hadirnya sosok ibu dalam membersamai tumbuh kembangnya, kecuali untuk perceraian yang terjadi karena peristiwa kematian yang mana istri lebih dahulu meninggal dunia dan meninggalkan anak.

Gugat Cerai Karena Pasangan Selingkuh

Berdasarkan pemaparan singkat sebelumnya telah kita ketahui bahwa perselingkuhan dapat menjadi alasan untuk mengajukan permohonan perceraian. Dalam PP 9/1975 disebutkan bahwa perselingkuhan termasuk dalam perbuatan zina.

Berkaitan dengan hal tersebut, Pasal 284 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menyebutkan bahwa ada ancaman pidana berupa hukuman penjara paling lama sembilan bulan bagi suami atau istri yang melakukan perbuatan zina (dalam hal ini termasuk perselingkuhan).

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa undang-undang yang berlaku di Indonesia juga melarang perbuatan zina.

Berbicara mengenai ketentuan hukum, maka tentu ada yang namanya pembuktian. Ketika seseorang, baik suami ataupun istri, mengajukan gugat cerai karena pasangannya selingkuh, maka permohonan gugat cerai tersebut bukan hanya didasarkan pada asumsi atau dugaan semata.

Namun perlu diperhatikan bahwa ia harus dapat membuktikan perselingkuhan yang dilakukan oleh pasangannya. Hal ini penting untuk memperkuat pembuktian sehingga dapat menjadi pertimbangan hakim di persidangan.

Keretakan Rumah Tangga Karena Judi

Selaras dengan data yang ada, hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie pada 17 Juni 2024, dampak judi bisa menyebabkan keretakan rumah tangga.

Menurutnya, judi slot ini membuat kehidupan keluarga menjadi tidak harmonis dan makin banyak persoalan. Judi online bahkan bukan hanya merusak ekonomi keluarga, tapi juga hubungan di keluarga itu sendiri.

“Suami dan istri jadi bertengkar, anak-anak kehilangan harapan karena ekonominya rusak. Dan korban paling terbesar dari judi online adalah kaum perempuan. Karena yang main judi lakinya, yang korban uang belanjanya dipotong adalah kaum perempuan," katanya.

Bisakah gugat cerai dilakukan karena suami atau istri selingkuh? Terjadinya pernikahan merupakan peristiwa yang mulia, namun tak jarang bisa juga terjadi yang namannya gugat cerai dari salah satu pihak, salah satu alasannya adalah perselingkuhan.

Ada baiknya kita ketahui dulu apa itu perkawinan. Perkawinan merupakan salah satu peristiwa hukum dengan tujuan yang mulia, yakni untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Tujuan perkawinan tersebut sebagaimana bunyi Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UUP).

Akan tetapi, pada kenyataannya tak jarang kita jumpai ikatan perkawinan yang harus berakhir karena salah satu pihak, entah suami atau istri, melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Salah satu contoh yang cukup banyak terjadi adalah karena adanya perselingkuhan yang dilakukan salah satu pihak. Lantas, bisakah gugat cerai dilakukan karena suami atau istri selingkuh?

Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi mengatakan judi dan pinjaman online adalah paket lengkap untuk memperburuk kondisi rumah tangga. Berdasarkan catatan tahunan Komnas Perempuan 2023, sepanjang 2022 terdapat 1.178 kasus perceraian yang diakibatkan judi. Adapun menurut data Badan Pusat Statistik sepanjang 2023, terdapat 1.572 kasus perceraian karena judi.

"Misalkan kondisi keuangan keluarga yang tidak stabil, belum pulih dari COVID-19, kemudian terpuruk, misalnya dalam pinjaman online atau judi online, otomatis kan membuat kondisi rumah tangga itu tidak stabil," ujarnya kepada detikX pada Selasa, 18 Juni 2024.

Judi online menjadi pemicu terjadinya kekerasan ekonomi terhadap perempuan. Dalam banyak kasus, pelaku judi dengan paksa menguasai harta korban. Misalnya melakukan pengisian judi slot melalui gawai dan rekening istri. Lalu, di banyak kejadian, pelaku menjual atau menggadaikan barang pasangan. Selain ketagihan judi online, biasanya pelaku juga akan terjerat pinjaman online.

Di sisi lain, Siti mendesak agar pemerintah tegas menindak dan memblokir akses aplikasi judi. Setelah itu, pihak-pihak di balik judi online juga harus menerima hukuman setimpal.

Namun Siti juga mengingatkan, orang tertarik pada pinjaman dan judi online karena tergiur pendapatan tambahan. Artinya, selama ini upah yang diterima kelewat rendah. Untuk itu, selain memutus akses aplikasi judi online, pemerintah harus menaikkan tingkat upah agar ekonomi keluarga lebih stabil.

Terjadi di Berbagai DaerahSepanjang 2022, berdasarkan data Badan Pusat Statistik, terdapat 1.191 kasus perceraian akibat judi. Angka ini terus bertambah dari dua tahun sebelumnya, yaitu 648 kasus pada 2020 dan 993 kasus pada 2021. Mirisnya, pada 2023, perceraian akibat judi menembus 1.572 kasus. Jumlah ini meningkat 32 persen dalam setahun dan melesat 142,6 persen dibandingkan pada 2020 atau awal pandemi COVID-19.

Judi bahkan menjadi penyebab perceraian terbanyak setelah perselisihan dan pertengkaran terus-menerus, ekonomi, meninggalkan salah satu pihak, dan mabuk. Adapun provinsi dengan kasus perceraian terbanyak akibat judi adalah Jawa Timur, disusul dengan Jawa Barat dan Jawa Tengah.

indonesiabaik.id — Secara tren, kasus perceraian karena judi di Indonesia cenderung naik pada periode 2018-2023.

Alasan Permohonan Perceraian

Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 (PP 9/1975) yang merupakan peraturan pelaksana dari UUP menyebutkan dengan jelas enam butir alasan yang dapat diajukan untuk permohonan perceraian. Keenam alasan tersebut antara lain sebagai berikut:

Dampak Gugat Cerai Karena Selingkuh

Ketika seorang istri yang sekaligus merupakan seorang ibu terbukti melakukan perselingkuhan, maka besar kemungkinan hak asuh anak akan jatuh kepada ayahnya. Hal ini terjadi karena perselingkuhan dinilai sebagai kegagalan dalam menjalankan peran serta kewajiban di dalam Rumah Tangga.

Selain itu, pengalihan hak asuh kepada sang ayah juga dilakukan demi kebaikan si anak ke depannya.

Apabila istri yang terbukti selingkuh melahirkan anak di kemudian hari, setelah putusnya ikatan perkawinan, maka seorang (mantan) suami berhak untuk memastikan apakah anak tersebut benar-benar anak dari hubungan dia dengan (mantan) istrinya (anak kandung) atau bukan.

Jika anak tersebut adalah anaknya, maka ia memiliki kewajiban untuk memberikan nafkah kepada anak itu. Akan tetapi, sebelum ada kepastian bahwa itu merupakan anaknya, maka tidak ada kewajiban baginya untuk memberikan nafkah kepada anak tersebut.

Lain halnya dengan kondisi dimana istri mengajukan gugat cerai karena suami selingkuh. Apabila yang terjadi demikian, maka hak asuh anak sepenuhnya diberikan kepada istri. Namun suami tetap memiliki kewajiban untuk memberikan nafkah bagi anaknya.

Hal ini sebagaimana ketentuan dalam Pasal 41 butir (b) UUP yang secara jelas menyebutkan bahwa seorang ayahlah yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak; kecuali jika ia (sang ayah) tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut.

Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa perceraian dapat terjadi karena alasan salah satu pihak, baik suami atau istri, melakukan perselingkuhan. Suami atau istri yang mengajukan permohonan perceraian harus menyiapkan bukti atas perselingkuhan yang dilakukan pasangan untuk menjadi bahan pertimbangan hakim di pengadilan.

Setelah permohonan perceraian dikabulkan, maka hakim akan memutuskan hak asuh terhadap anak hasil dari perkawinan, apabila pasangan yang baru saja bercerai tersebut telah memiliki anak.

Membutuhkan bantuan hukum? Anda dapat menghubungi IHW Lawyer di telepon 0812-1203-9060 atau email di [email protected] untuk mendapatkan jasa pengacara yang profesional, amanah dan berpengalaman di bidangnya.

Jangan biarkan permasalahan hukum yang Anda hadapi menggangu ketenangan hidup Anda!

IHW, demikian sapaan lainnya. Sejak diangkat sebagai advokat Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) pada tahun 2010, lulusan Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung ini telah memegang banyak perkara litigasi. Mulai dari hukum pidana, perdata, hukum keluarga dan juga ketenagakerjaan.

Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar merinci ada 4.000 pasangan suami istri yang bercerai lantaran faktor terjerat judi online (judol) yang belakangan ini makin marak di Indonesia.

"Sebelum marak judi online, jumlah perceraian tahun 2019 itu hanya 1000-an, tapi setelah maraknya judi online, kami dapat data kemarin itu meningkat sampai 4000-an. Sekitar 4000-an lebih perceraian karena judi online," ujar Nasaruddin dalam keterangannya ketika membuka Musyawarah Nasional (Munas) ke-XVII Badan Penasihat Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) di laman resmi Kemenag.

Tak hanya itu, Nasaruddin juga mengungkapkan perceraian akibat perbedaan pilihan politik juga meningkat. Ia merinci ada satu provinsi yang mencatat 500 kasus perceraian karena pasangan suami-istri berbeda pilihan politik.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Suaminya milih si A, istrinya milih si B, cerai. Begitu rapuhnya sebuah perkawinan," ungkapnya.

Melihat kondisi ini, Nasaruddin mengajak BP4 lebih banyak mengkaji data-data kuantitatif demi bisa memahami cara-cara terbaik untuk menurunkan angka perceraian.

"Sekarang sudah zamannya kita berbicara dengan angka," ajaknya.

Di tempat yang sama, Dirjen Bimas Islam Kemenag Kamaruddin Amin menyampaikan mulai tahun 2025 seluruh pasangan calon pengantin diwajibkan mengikuti bimbingan perkawinan sebelum menikah.

Sebab, ia menemukan korelasi signifikan antara bimbingan pernikahan dengan ketahanan keluarga.

"Pasangan yang telah terbimbing cenderung memiliki keluarga yang lebih kokoh dan tidak rentan terhadap perceraian, kekerasan dalam rumah tangga, atau melahirkan anak-anak stunting," kata Kamaruddin.

Sebanyak 4.000 suami istri bercerai karena judi online, menurut catatan Kementerian Agama atau Kemenag. Jumlahnya meningkat empat kali lipat dibandingkan 2019.

“Hanya 1.000-an pada 2019. Data kami kemarin, meningkat sampai 4.000-an perceraian akibat judi online,” ujar Menteri Agama Nasaruddin Umar saat membuka Musyawarah Nasional atau Munas ke-XVII Badan Penasihat Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan alias BP4 dikutip dari keterangan pers, Rabu (20/11).

Ia mengajak BP4 untuk lebih banyak mengkaji data-data kuantitatif guna memahami cara terbaik dalam menurunkan angka perceraian.

Kemenag melibatkan lebih dari 5.900 Kantor Urusan Agama atau KUA dan lebih dari 50.000 penyuluh agama dalam memberantas judi online. Dalam waktu dekat, Kemenag akan memberikan tema khotbah khusus terkait bahaya judol.

“Kami memiliki 800 ribu masjid. Belum lagi, satu juga musala, langgar, surau dan meunasah. Begitu juga rumah ibadah agama lain. Semua dilakukan dalam rangka memproteksi masyarakat dari judi online," ujarnya.

Kemenag juga mengajak Majelis Ulama Indonesia alias MUI untuk memberikan penegasan terkait fatwa haram judi online.

Suara.com - Dalam menjalani kehidupan rumah tangga, tak jarang terjadi masalah, bahkan timbul  peristiwa Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Tak jarang, orang yang mengalami KDRT memilih untuk mengajukan cerai terhadap pasangannya. Lantas bagaimana hukum Islam minta cerai karena KDRT?

KDRT merupakan sebuah tindakan pelanggaran hukum dalam Undang-Undang positif, hal ini diatur pada UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) dengan hukuman pidana 5 tahun dan denda Rp15 juta.

Selama ini, KDRT identik dengan tindakan yang mengarah pada perbuatan kriminalis seperti pemukulan, penamparan, penganiayaan, intimidasi, dan hal yang melukai badan lainnya. Namun KDRT juga bisa bersifat spiritual emosional, dan perkara-perkara yang tidak kasat mata. Nah, di dalam Islam hukum mengenai KDRT juga telah dijelaskan oleh beberapa ulama.

Hukum Islam Minta Cerai Karena KDRT

Baca Juga: 10 Tanda Pelaku KDRT Tidak Akan Berubah, Seperti Armor Toreador Suami Cut Intan Nabila?

Salah satu hukum KDRT dalam Islam dijelaskan oleh Buya Yahya, dalam tayangan di kanal YouTube Al-Bahjah TV, yang diunggah pada tanggal 20 Desember 2020. Beliau menanggapi terkait hukum KDRT di dalam Islam.

Apabila benar seorang istri sudah mengabdi bahkan merajakan seorang suami, maka ia tidak termasuk istri yang durhaka. Sebaliknya, bila istri sudah bersikap demikian namun sang suami  justru menyepelekan bahkan bersikap kasar hingga memukul, maka bisa dibilang ia termasuk suami yang durhaka.

Oleh sebab itu, istri yang dipukul boleh mengajukan cerai kepada suami. Jangankan dipukul berkali-kali, baru dipukul satu kali saja istri sudah diperkenankan untuk meminta cerai kepada suami. Karena sejatinya perempuan ada bukan untuk dipukuli.

Lebih lanjut, menurut Buya Yahya, meminta tolong kepada orang lain saat dizalimi itu bukan perbuatan yang salah. Selain itu, kita juga diperkenankan cerita kepada orang yang akan bisa menolong, asalkan seperlunya dan tidak menggunjing.

Akan tetapi, sebelum mengajukan gugatan cerai, Buya Yahya mengingatkan tentang bahaya perceraian. Salah satunya yaitu kemampuan hidup seorang perempuan setelah ia menyandang status janda. Sebab setelah cerai, seorang wanita tidak bisa menyalurkan kebutuhan batin seperti saat masih berumah tangga.

Baca Juga: Wajib Tahu Jenis-Jenis KDRT, Agar Tak Bernasib Seperti Cut Intan Nabila

Di sisi lain, Ketua Lembaga Bahtsul Masail PWNU Lampung KH Munawir menjelaskan, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dilakukan oleh seorang suami kepada istrinya hukumnya adalah haram. Perilaku KDRT ini bisa menjadi dasar atau alasan seorang istri menggugat cerai suaminya. Bahkan pengadilan pun bisa menjatuhkan cerai tanpa ada gugatan dari sang istri.

Itu tadi penjelasan mengenai hukum Islam minta cerai karena KDRT. Akhir-akhir ini KDRT menjadi isu yang sering terjadi dan kebanyakan korbannya adalah wanita dan anak-anak. Semoga Allah SWT menjauhkan kita dari tindakan zalim ini.

Kontributor : Putri Ayu Nanda Sari

Bahaya Judi Salah satu bahaya judi online adalah merosotnya kondisi keuangan yang bisa memicu keretakan rumah tangga dan menyebabkan perceraian.

Benar, judi menjadi salah satu alasan di Indonesia.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, angka perceraian akibat judi di Tanah Air terus meningkat dalam lima tahun terakhir, alias pada periode 2018-2023.

Pada 2023, tercatat ada 1.572 kasus pasangan yang cerai karena alasan judi. Ini jadi yang tertinggi pasca-pandemi COVID-19.

Sebagai catatan, data BPS tidak merinci jenis judi yang menyebabkan perceraian, sehingga judi yang dimaksud dapat tergolong kategori offline maupun online.

Aturan tentang Perceraian dalam Undang-Undang Perkawinan

Kita mungkin sepakat bahwa harapan semua orang yang melakukan perkawinan adalah untuk mencapai tujuan sebagaimana yang disebutkan dalam UUP, yakni untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Dengan demikian, perceraian bukan menjadi suatu keinginan kedua belah pihak, baik laki-laki sebagai suami maupun perempuan sebagai istri.

Pasal 38 UUP menyebutkan bahwa perkawinan dapat berakhir dikarenakan tiga hal, yaitu peristiwa kematian, adanya perceraian, dan putusan pengadilan.

Berakhirnya perkawinan akibat adanya perceraian hanya dapat dilakukan di persidangan, atas dasar keputusan dari Majelis Hakim dalam persidangan. Hal ini sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 39 ayat (1) UUP.

Akan tetapi, perlu diketahui bahwa perceraian tidak dapat terjadi begitu saja. Baik suami ataupun istri yang mengajukan permohonan perceraian, perlu menyiapkan alasan-alasan yang nantinya akan dikemukakan di persidangan.